Analisis Puisi
“Surat Kepada Bunda” Karya WS. Rendra
Disusun
utuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2
Dosen
pengampu : Deri Anggraini, S.Pd.
Disusun Oleh:
Afifah Rizki
Yunitasari (11144600103)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA 2011/2012
Surat Kepada Bunda
WS.
Rendra
Mama yang tercinta
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
Terpupuslah sudah masa-masa
sepiku
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
Hatimu yang baik itu
Yang selalu mencintaiku
Kerna kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak dan
sederhana
Mama
Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah
menemu jodohnya
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
Dan tiada akan pulang
buat selama-lamanya
Ibuku Aku telah menemukan
jodohku
Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya, aku mesti kaulepaskan pergi
Begitu kata alam.
Begitu kaumengerti
Bagai dulu bundamu melepas kau
Kawin dengan ayahku. Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya
Untuk mengawinimu
Tentu sangatlah berat
Tetapi itu harus. Mama!
Dan akhirnya tak akan begitu berat
Apabila
telah dimengerti
Apabila
telah disadari
Hari
Sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata: Anakku!
Bila
malam telah datang
Kisahkan padanya
Riwayat para leluhur kita
Yang ternama dan perkasa
Dan biarkan ia nanti
Tidur di sampingmu
Ia pun anakmu
Sekali waktu nanti
Ia akan melahirkan cucu-cucumu
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu
Dan kepada mereka
Ibunya akan bercerita
Riwayat yang baik tentang nenek mereka
Bunda bapak mereka
Ciuman
abadi
Dari anak lelakimu yang jauh.
1.
Biografi
Penulis
Willibrordus Surendra Broto (Rendra) lahir di Solo pada
tanggal 7 November 1935. Rendra adalah penyair ternama yang kerap dijuluki
sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta
pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah
beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah
anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina
Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada
sekolah Katolik di Solo, di samping sebagai dramawan tradisional, sedangkan
ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Pada usia 24 tahun Rendra
telah menemukan cinta pertamanya pada Sunarti Suwandi, dari wanita yang
dinikahinya pada 3 maret 1959, Rendra mendapatkan lima anak. Lalu pada tahun
1970 ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri keduanya, dan
Sito menerimanya. Satu-satunya kendala datang sari ayah Sito yang tidak
mengizinkan putrinya yang beragama Islam menikah dengan pemuda Katolik. Tapi
hal itu bukan halangan besar bagi Rendra, ia yang pernah menulis litany dan
mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam
Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya
dengan Sito.
Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskan di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah. Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat. Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an. “Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta.
Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskan di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah. Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat. Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an. “Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta.
2.
Diksi
Diksi atau pemilihan kata, yaitu pemilihan
kata yang digunakan penyair untuk mencari kata yang tepat dan sesuai dengan
bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga menghasilkan jiwa penyair
secara tepat. Rendra dalam puisi-puisinya cenderung menggunakan kata-kata yan
bermakna polos, lugas, denotatif tetapi padat dan tepat. Meskipun demikian
Rendra tidak mengesampingkan kata-kata yang bermakna konotatif, hanya saja
dalam puisi Rendra yang paling dominan adalah penggunaan kata-kata bermakna
denotatif. Pada puisi di atas, Rendra masih banyak menggunakan diksi yang
bermakna denotatif. Namun ada juga kalimat yang bermakna konotasi. Pemakaian kata-kata yang bermakna konotatif dalam puisi
Surat Kepada Bunda ini, antara lain terdapat pada “ karena kapal yang berlayar yang telah
berlabuh dan ditambatkan” kata tersebut dapat diartikan sebagai hati seorang yang sudah sekian lama
mencari tambatan hati yang tepat dan
sekarang sudah menemukan orang yang menurutnya
sangat tepat untuk dijadikan
seorang istri. sedangkan pada bait “ Burung
dara jantan yang nakal yang
sejak dulu kau piara kini
terbang telah
menemui jodohnya Ia
telah meninggalkan kandang yang kau buatkan” dapat diartikan seorang anak lelaki yang dirawat sejak
kecil dan sekarang telah menemukan
jodohnya sehingga ia harus meninggalkan
rumah orang tuanya.
3.
Tema
Tema puisi Surat Kepada Bunda adalah sebuah
perjuangan seorang anak untuk mendapatkan restu dari Ibunya.
4.
Amanat Puisi
Surat Kepada Bunda
Amanat
yang ingin disampaikan yaitu dari puisi Surat Kepada Bunda adalah:
a.
Hendaknya
kita mengatakan segala-sesuatu dengan sejujur-jujurnya kepada Ibu sebagai orang
tua kita. Seperti pada bait :
Mama yang tercinta
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
b.
Jika memilih
pendamping hidup pilihlah yang baik budi pekertinya. Terlihat pada bait:
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
c.
Sorang Ibu
hendaknya mau memberikan restu ketika anaknya telah menemukan jodohnya. Amanat
tersebut terlihat pada bait berikut ini:
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku
Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi
d.
Hendaklah
seorang Ibu menyayangi menantunya seperti halnya ia menyayangi anak kandungnya
sendiri. Amanat tersebut terlihat pada bait berikut ini:
….
Dan akhirnya tak akan begitu berat
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari
Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata : Anakku!
5.
Isi Puisi
Isi puisi merupakan maksud penyair yang tertuang dalam
puisi. Rendra dalam puisi “Surat Kepada Bunda” ini mengungkapkan dirinya sebagai seorang pemuda yang
selama ini hidup dalam naungan ibunya akhirnya telah menemukan pasangan
hidupnya. Kemudian dia menceritakan sosok calon istrinya tersebut kepada
ibunya. Dia berharap ibunya dapat menerima dan menganggapnya sebagai anaknya
sendiri. Surat Kepada Bunda ini mengungkapkan tentang permintan restu Rendra kepada
ibundanya untuk menikahi kekasihnya dan berharap agar sang bunda menyetujui keputusannya
untuk menikah. Perjuangannya untuk meminta restu
amatlah berat, namun ia tetap gigih dan meyakinkan ibunya bahwa sudah saatnya
ia memulai kehidupan yang baru bersama seseorang yang mencintainya.
6.
Citraan
Citraan adalah gambaran angan
atau bayangan yang timbul
dalam pikiran setelah seseorang
membaca karya sastra puisi. Jadi dengan adanya citraan puisi karya
Rendra seolah-olah suatu kejadian itu bergerak dan dapat kita lihat, tetapi
sebenarnya tidak. Dalam puisi Surat Kepada Bunda terlihat beberapa citraan,
yaitu citraan penglihatan dan pendengaran.
a.
Citraan penglihatan
Contoh :
Karna kapal
yang berlayar
Telah
berlabuh dan ditambatkan
Jalan-jalan
yang mengkhawatirkan
Kini terbang
menemui jodohnya
Bila malam
telah datang
b.
Citraan
pendengaran
Contoh :
Dan
panggillah ia dengan kata: ‘anakku!’
Kisahkan
padanya
Riwayat
para leluhur kita
7.
Alat
Retorika
Alat retorika merupakan
alat untuk mengungkapkan keseluruhan bentuk, dalam arti bentuk yang terjalin
dari kata-kata tersebut. Contoh
alat Retorika dari puisi tersebut adalah:
·
Begitu kata
alam, begitu kau mengerti
·
Apabila
telah dimengerti
Apabila Telah Disadari
8.
Bunyi dalam
puisi
a.
Rima (Persamaan bunyi akhir kata yang terdapat
antar baris dalam satu bait, terdiri dari rima awal, tengah, dan akhir). Pada
puisi di atas kebanyakan menggunakan rima akhir. Contohnya pada bait pertama :
Mama yang tercinta
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
Bait tersebut memiliki rima abbab.
Selanjutnya pada bait-bait berikutnya dan seterusnya juga mempunyai rima akhir.
b.
Aliterasi
(Persamaan bunyi konsonan pada satu baris puisi)
Contoh:
Terpupuslah sudah masa-masa
sepiku
Telah berlabuh dan ditambatkan
c.
Asonansi (Persamaan bunyi vokal pada satu
baris puisi)
Contoh:
Mama yang tercinta
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Yang ternama dan perkasa
9.
Gaya bahasa
a.
Perbandingan
Contoh :
·
Seseorang
yang bagai kau
·
Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya
Untuk mengawinimu
·
Bagai dulu
bundamu melepas
b.
Personifikasi
Contoh :
·
Begitu kata
alam begitu kau mengerti
·
Dan sepatu
yang berat serta nakal
c.
Hiperbola
Contoh :
·
Jalan-jalan
yang mengkhawatirkan
Dalam
hidup lelaki yang kasar dan sengsara
·
Kini terbang
dan telah menemui jodohnya
.
Kalau boleh berkomentar, analisis sajaknya bagus (bukan analisis puisi, karena puisi merupakan salah satu genre sastra selain prosa dan drama dan sajak merupakan spesifikasi dari puisi). Lebih bagus lagi jika ditambahkan beberapa kajian seperti latar atau setting, tokoh, karakter, point of view, alur, plot, tipografi, dan lain-lain. Maaf ya, hanya saran untuk perbaikan pada analisis karya sastra selanjutnya. Kta bisa bertukar pendapat dan kunjungi blog saya di http://bagawanabiyasa.wordpress.com/
BalasHapus