MANUSIA MENURUT TINJAUAN ISLAM
Manusia
merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia
memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan
makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
A. Pengertian
Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa
manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai
makhluk lain. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
1.1 Pengertian
manusia menurut para ahli
· NICOLAUS
D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal.
Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani
dan rohani merupakan satu barang
· ABINENO
J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa"
dan bukan "jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang
fana"
· UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh
(atman), jiwa, pikiran, dan prana ataubadan fisik
·
I WAYAN WATRA
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan
trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa
· OMAR
MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah
mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan,
akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan
lingkungan.
· ERBE
SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya
ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang
paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain
· PAULA
J. C & JANET W. K
Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam
situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu
serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai
kemungkinanan.
1.2 Pengertian
manusia menurut agama islam
Dalam
Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan,
al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang,
jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’).
Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam
karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang
paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran
dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
B. Penciptaan Manusia dalam Agama Islam
Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.” (At Tin : 5)
4
Terdapat dua ayat Al Qur’an yang
setidaknya dapat mewakili untuk menunjukkan kepada kita bahwa asal kejadian
manusia itu dari tanah.
Ayat itu adalah dari surat Shad
ayat 71 yang artinya “Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.” dan surat Ash Shaffat ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari
tanah liat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menentukan tahapan-tahapan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al
Mukminun : 12-14)
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi … .” (Al Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan
manusia dari suatu keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan
kesempurnaan kekuasaan-Nya. Begitu pula penggambaran penciptaan nabi Adam yang
Allah ciptakan dari suatu saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang
berbau busuk dan diberi bentuk, yang tertera dalam surat
Al Hijr ayat 26, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam)
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Setelah Allah SWT menciptakan
nabi Adam dari tanah. Allah ciptakan pula Hawa dari Adam, sebagaimana
firman-Nya :
5
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian
Dia jadikan daripadanya istrinya … .” (Az Zumar : 6)
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu
dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya
… .” (Al A’raf : 189)
Dari Adam dan Hawa ‘Alaihimas Salam inilah terlahir
anak-anak manusia di muka bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)
Allah SWT menempatkan nuthfah
(yakni air mani yang terpancar dari laki-laki dan perempuan dan bertemu ketika
terjadi jima’) dalam rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang Maha
Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan
calon manusia. Dia nyatakan dalam firman-Nya :
“Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang
hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu
yang ditentukan.” (Al Mursalat : 20-22)
Dari nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni segumpal
darah beku yang bergantung di dinding rahim. Dari ‘alaqah menjadi mudhghah
yakni sepotong daging kecil yang belum memiliki bentuk. Setelah itu dari
sepotong daging bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian
membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang-tulang dan
urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk menyelubungi tulang-tulang
tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh, lalu bergeraklah
makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat, mendengar, dan
meraba. (dapat dilihat keterangan
tentang hal ini dalam kitab-kitab tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari,
Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain)
Dari
pembahasan diatas, terdasarlah kita bahwa kita tak patut untuk menyombongkan
diri karena kita ini adalah ciptaan yang Maha Kuasa. Ciptaan yang diciptakan
dengan sebaik-baiknya. Patutlah kita mensyukurinya dan beribadah kepada-Nya.
6
C. Hakikat Manusia
Manusia dalam
pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Jasmani
manusia bersifat materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan
roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri
itu ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya
rasa (kalbu). Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang selalu
berkembang dengan pengaruh lingkungan
sekitarnya karena makhluk utuh ini memiliki potensi pokok yang terdiri atas
jasmani, akal, dan rohani. Hal lain yang menjadi hakikat manusia adalah mereka
berkecenderungan beragam. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi
pokok paling banyak, manusia menjadi menarik untuk diteliti. Manusia yang
sebagai subjek
kajian mengkaji manusia sebagai objek kajiannya dalam hal karya, dampak karya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Namun, sampai
sekarang manusia terutama ilmuwan belum mencapai kata sepakat tentang manusia.
Dalam bukunya Man
the Unknown, Dr. A. Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi
untuk mengetahui hakikat manusia. Beliau menulis :
Sebenarnya manusia
telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui
dirinya, kendatipun kita memiliki pembendaharaan yang cukup banyak dari hasil
penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan, dan para ahli di bidang
keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya mampu mengetahui dari
segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang
kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian bagian tertentu, dan
ini pun pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada
hakikatnya, kebanyakan pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari
manusia kepada diri mereka hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi
nilainya seperti pemikiran, nafsu, kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun
potensi dasar yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya
terutama hewan adalah nafsu dan akal/pemikiran. Manusia memiliki nafsu dan
akal, sedangkan binatang hanya memiliki nafsu.
7
Manusia yang cenderung menggunakan nafsu saja atau
tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Allah lainnya secara
baik dan benar, maka manusia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi
binatang, walaupun Al-Quran tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok
binatang seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran (Q.S. Al A’raf : 179) :
Mereka (jin dan manusia)
punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat ayat Allah), punya
mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda tanda keksuasaan Allah),
punya telinga tetap tidak mendengar (ayat ayat Allah). Mereka (manusia) yang
seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan, bahkan lebih rendah (lagi) dari
binatang.
D. Kelebihan
Manusia dari Makhluk Lain
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak
adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan
Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan
kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Pada prinsipnya, malaikat adalah
makhluk yang mulia. Namun jika manusia beriman dan taat kepada Allah SWT ia
bisa melebihi kemuliaan para malaikat. Ada beberapa alasan yang mendukung
pernyataan tsb.
Pertama, Allah SWT memerintahkan
kepada malaikat untuk bersyujud (hormat) kepada Adam as. Allah berfirman saat
awal penciptaan manusia ;
“Dan
ingatlah ketika Kami berfirman kepada Malaikat, sujudlah kamu kepada adam, maka
sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah
termasuk golongan kafir. ( QS. Al Baqarah 34).
Kedua, malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang al asma
(nama-nama ilmu pengetahuan) sedangkan Adam mampu karena memang diberi ilmu
oleh Allah SWT.
8
“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu
berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang golongan
yang benar. Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami katahui
selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman, Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka nama-nama benda ini. Maka setelah diberitahukannya nama-nama
benda itu, Allah berfirman, Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang
kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (Q S. Al Baqarah 33)
Ketiga, kepatuhan
malaikat kepada Allah SWT karena
sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa
nafsu sedangkan kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat
melawan hawa nafsu dan godaan syetan.
Keempat, manusia
diberi tugas oleh Allah menjadi khalifah dimuka bumi, “Ingatlah
ketika Tuhan mu berfirman kepada para malaikat, : Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi…”(QS.Al Baqarah 30)
Melihat
pembahasan di atas, terlihat bahwa manusia memiliki kelebihan dari makhluk
lain. Karena
sebagai mana kita ketahui, Allah telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang
mulia. Atas dasar fakta-fakta di atas, sudah sewajarnyalah, kita sebagai
manusia (makhluk ciptaan Allah) senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih
sayang-Nya. Salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.
E. Fungsi, Peran dan Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia
sebagai salah satu makhluk hidup di Bumi ini mempunyai berbagai fungsi, peran
dan tanggung jawab, dan Islam sebagai agama dengan jumlah pemeluknya terbesar
dibanding agama-agama yang lain, sudah tentu mempunyai pandangan tersendiri
akan fungsi, peran dan tanggung jawab manusia di Bumi.
9
1.1 Peran Manusia
Menurut Islam
Berpedoman
kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku
ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk
menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan
keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran
yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al
Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq adalah
mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
2. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39)
3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ;
Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain
melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar membudaya. Seperti apa
yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
1.2 Tanggung
Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia
diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka
bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka
bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah
berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka
bumi untuk kepentingan hidupnya.
10
Sebagai
khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan,
sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia
sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang
dimiliki tidak menjadikan manusia
bertindak sewenang-wenang.
Kekuasaan
manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang
tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan
alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang
diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati
kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban
terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana
firman Allah dalam QS 35 (Faathir : 39) yang artinya adalah :
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah
dimuka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafiran orang-orang kafir
itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lainhanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka”.
Kedudukan
manusia di muka bumi sebagai khalifah dan juga sebagai hamba Allah, bukanlah
dua hal yang bertentangan, melainkan suatu kesatuan yang padu dan tak
terpisahkan. Kekhalifan adalah realisasi dari pengabdian kepada Allah yang
menciptakannya.
Dua
sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian
rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan maka akan lahir sifat-sifat tertentu
yang menyebabkan derajat
manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah, seperti fiman-Nya dalam QS
(at-tiin: 4) yang artinya “sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”.
11
Di
dalam Al Quran sudah begitu lengkap semua hal mengenai fungsi, peran dan
tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al
Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai
manusia sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.
12
BAB III
KESIMPULAN
Manusia dalam agama islam diartikan
sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki unsur dan jiwa yang arif, bijaksana,
berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab pada Allah SWT. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan
makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al
Mukminun : 12-14)
manusia memiliki
kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah kepatuhan
manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan
godaan syetan sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena
sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa
nafsu . Oleh karena itu sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah)
seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya,
karna salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak
adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan
Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan
kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka
bumi ini dan perannya sebgai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT
mencakup tiga poin yaitu belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu.
Tenggung jawab manusia sebagai khalifah yang berarti wakil Allah adalah
mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan memelihara bumi.
13
Sebenarnya Al Quran sudah membahas
semua hal mengenai fungsi, peran dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu
manusia wajib membaca dan memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi,
peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan
dengan penuh makna.
14
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam.
PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Shihab,
M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran.
PT Mizan Pustaka : Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar